Langsung ke konten utama

Pendekatan-Pendekatan Konseling dan Psikoterapi

Dalam melakukan proses konseling dan psikoterapi terdapat pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan oleh konselor kepada konseli, apa aja sih pendekatan-pendekatan itu ? Mari kita bahas dibawah......


1.  Pendekatan Behavior

Dictio Comunity

Konseling behavioral ini dikembangkan atas reaksi terhadap pendekatan psikoanalisis dan aliran-aliran Freudian (Rachman, 1963). Rachman mengemukakan bahwa teknik asosiasi bebas, analisis transferensi dan teknik-teknik analisis sebagaimana yang diterapkan psikoanalisis tidak banyak membantu mengatasi masalah perilaku klien.

Tujuan Konseling

Correy (1977) dan George dan Cristiani (1990) mengemukakan bahwa konseling behavioral itu memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1.    Berfikus pada perilaku yang tampak dan spesifik.

2.    Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik.

3.    Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.

4.    Penaksiran objektif atas tujuan terapetik.

Tujuan konseling behavioral adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simptomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang dan/atau mengalami konflik dalam kehidupan sosial. Secara khusus, tujuan konseling behavioral mengubah perilaku salah dalam penyesuaian denga cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat

Penganut behavioral juga berkeyakinan bahwa tujuan konseling dalam batas-batas perilaku yang tampak adalah sangat berguna dibandingkan tujuan-tujuan yang dirumuskan dalam makna yang sangat luas, seperti pemahaman diri atau penerimaan diri. Artinya, bahwa konseling diharapkan dapat menghasilkan perubahan-perubahan perilaku yang jelas. Krumboltz (Pietrofesa dkk, 1978) menegaskan tiga kriteria tujuan konseling, yaitu :

1.    Tujuan konseling dibuat secara berbeda untuk setiap klien.

2.    Tujuan konseling untuk setiap klien akan dapat dipdukan dengan nilai-nilai konselor, meskipun tidak identik.

3.  Tujuan konseling disusun secara betingkat, yang dirumuskan dengan perilaku yang dapat diamati dan dicapai klien.

Berdasarkan  pada  hakikat  manusia,  teori  dan  pendekatan  behavior  ini menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit berperan aktif dalam menentukan martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku  yang  akan  membentuk  kepribadian.  Perilaku  seseorang  ditentukan  oleh intensitas  dan  beragamnya  jenis  penguatan  (reinforcement)  yang  diterima  dalam situasi hidupnya. Pendekatan behavior di dalam proses konseling membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi  antara  pembawaan  dengan  lingkungan.  Perilaku  yang  dapat  diamati merupakan suatu kepedulian dari konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. onsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan  mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di mana  proses  konseling  merupakan  suatu  proses  atau  pengalaman  belajar  untuk membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga dapat memecahkan masalahnya (Sanyata, 2012) .

Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan  mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di mana  proses  konseling  merupakan  suatu  proses  atau  pengalaman  belajar  untuk membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga dapat memecahkan masalahnya (Sanyata, 2012) . Dalam konseling behavioral konselor memandang bahwa kelainan perilaku yang ditunjukan oleh klien merupakan sebuah kebiasaan yang dipelajari, karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga perilaku klien yang menyimpang dapat berubah menjadi positif (Muslih et al., 2017).

Dasar teori konseling behavioral adalah bahwa perilaku dapat  dipahami sebagai hasil kombinasi antara: Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa, keadaan  motivasional  sekarang  dan  efeknya  terhadap  kepekaan  lingkungan, perbedaan-perbedaan  biologis  baik  secara  genetik  atau  karena  gangguan fisiologik (Said hasan basri, nailul falah, 2013). Pendekatan dalam layanan konseling merupakan suatu strategi untuk memberikan intervensi kepada konseli. Tujuan yang akan dicapai adalah perubahan pada konseli yang memungkinkan konseli untuk dapat menerima diri (self-acceptance), memahami diri (self-understanding), menyadari diri (self-awareness), mengarahkan diri  (self-directing), dan aktualisasi diri (self-actualitation). Dalam proses konseling, dimensi perubahan merupakan tujuan yang akan dicapai oleh konseli-konselor. Banyak faktor yang  mempengaruhi pemilihan  pendekatan  dalam  konseling,  diantaranya  adalah karakteristik  personal  (konseli),  karakteristik  problem,  hingga  pada  tujuan  yang hendak dicapai. Behavioristik  merupakan  salah satu  pendekatan  teoritis dan  praktis mengenai model  pengubahan  perilaku  konseli  dalam  proses  konseling  dan  psikoterapi.

Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut. Konselor aktif :

1.  Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak

2.    Konselor  memegang  sebagian  besar  tanggung  jawab  atas  kegiatan  konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling

3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya. (Widyastitiafiani, 2014)

Deskripsi langkah-langkah konseling :

1.    Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan  kesuksesan  dan  kegagalannya, kekuatan  dan  kelemahannya,  pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area  masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. 

2.   Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a.    Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien

b.    Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.

c.    Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien: Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien, apakah  tujuan  itu  realistic,  kemungkinan  manfaatnya,  kemungkinan kerugiannya

d.   Konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.

3.   Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai  tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.

4.   Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.

5.   Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling. Teknik konseling behavioral didasarkan pada  penghapusan respon yang telah dipelajari  (yang membentuk tingkah laku  bermasalah)  terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk. (Widyastitiafiani ,2014).

Teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan adalah :

1.   Teknik operant conditioning, prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan  positif, penguatan negatif, extinction, hukuman positif  dan  hukuman negative (Safitri, 2018).

2.   Model asesment fungsional, merupakan blueprint bagi konselor dalam memberikan intervensi yang diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah yang disiapkan konselor dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan perlakuan.

3.   Relaxation training and related methods, adalah teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi  teknik  ini  dengan systematic desentisization,  asertion  training,  self management programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis.

4.   Systematic desentisization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi konseli yang mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif, kompulsif, gangguan body image

5.      Exposure therapies. Variasi dari exposure therapies adalah in vivio desentisization dan flooding, teknik terapi ini dengan memaksimalkan kecemasan/ketakutan konseli 

6. Eye movement desentisization and reprocessing, didesain dalam membantu konseli yang mengalami post traumatic stress disorder .

7.   Assertion training, metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi  kognitif perilaku. Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam dirinya.

8.  Self-management programs and self-directed behavior, terapi bagi konseli untuk membantu terlibat dalam mengatur dan mengontrol dirinya.

9.    Multimodal therapy; clinical behavior therapy dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan secara holistic dari teori belajar sosial dan terapi kognitif kemudian sering disebut dengan technical eclecticism.

Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral yaitu:

1.    Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.

2.      Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.

3.   Memberikan  penguatan  terhadap  suatu  respon  yang  akan  mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.

4.  Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).

5.   Merencanakan  prosedur  pemberian  penguatan  terhadap  tingkah  laku  yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.


2. Pendekatan Psikoanalisis

Dictio Comunity

Psikoanalisis adalah jenis terapi yang bertujuan untuk melepaskan emosi dan ingatan yang terpendam atau tertekan dalam atau untuk mengarahkan klien ke katarsis, atau penyembuhan (McLeod, 2014). Dengan kata lain, tujuan psikoanalisis adalah membawa apa yang ada di alam bawah sadar atau bawah sadar ke tingkat kesadaran.

Prinsip dan Tujuan Konseling Psikoanalisis

Di dalam gerakannya, psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yaitu:

1.   Prinsip Konstansi artinya bahwa kehidupan psikis cenderung untuk mempertahankan kualitas ketegangan psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil, atau dengan kata lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam konflik yang permanen.

2.        Prinsip Kesenangan, artinya kehidupan psikis cenderung untuk menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan.

3.        Prinsip Realitas yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.

Konseling psikoanalisis bertujuan:

1. Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus tentang mekanisme penyesuaian dirinya.

2.      Membentuk kembali struktur kepribadian konseling dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali,  dengan menitik beratkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian konseling bisa direkonstruksi lagi.

Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu:

a.    Alam sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar atau nyata.

b.    Alam prasadar (preconscious/Pcs), bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya kembali.

c.  Alam bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling menentukan terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam bawah sadar juga menyimpan ingatan tentang keinginan yang tidak tercapai oleh individu.

Struktur Kepribadian

Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural. Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain:

a.  Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir. Id bersifat primitif dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.

b.    Ego, berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id.

c.    Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang dipelajari di sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.

Perkembangan Kepribadian

Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu tahap oral, anal, falik, laten dan genital. Freud mengemukakan bahwa tahapan perkembangan ini sangat penting terutama bagi pembentukan kepribadian di kemudian hari.

a. Fase oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak berkembang berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum akan menghambat perkembangan kepribadiannya.

b.  Fase anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan anak pada fase ini berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini, peran latihan buang air (toilet training) sangat penting untuk belajar disiplin dan moral.

c.    Fase falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus complex (ketertarikan seksual pada sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra complex (ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak perempuan.

d.   Fase laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara lima atau enam tahun hingga pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat pada seksualitas karena disebabkan kesibukan belajar, aktifitas dengan teman sebaya dan keterampilan fisik.

e.    Fase genital, terjadi pada masa pubertas (diatas 12 tahun). Perilaku umum yang tampak pada fase ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan berkelompok serta menjalin hubungan kerja. Semua tingkah laku yang dilakukan kerap kali pada proses menciptakan hubungan dengan orang lain.

Dinamika Kepribadian

Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke–19 dan menganggap organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi yang di peroleh dari makanan (energi fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan (conservation of energi) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Energi fisik dapat berubah menjadi energi psikis. Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah id beserta insting – instingnya.

a.    Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting hidup dan insting mati. Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi disebut libido. Yang paling utama insting libido ialah insting seksual. Insting-insting hidup yang lainnya adalah lapar dan haus.

b.  Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara lain :

1)  Kecemasan realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar. Kecemasan ini bersumber dari ego.

2) Kecemasan neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.

3)   Kecemasan moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari super ego.

c.    Mekanisme Pertahanan Ego

Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism). Di antara contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain :

1) Represi, melupakan isi kesadaran yang traumatis. 

2)  Proyeksi, mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada orang lain. 

3) Introyeksi, menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam dirinya sendiri.

4)   Regresi, tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang terdahulu dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar.

Teknik Konseling Psikonanalisis

Teknik spesifik yang digunakan Freud dalam psikoterapi adalah asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis resistensi.

1.    Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada benak klien, baik yang menyenangkan maupun tidak. Asosiasi ini untuk memudahkan konselor  terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya, sehingga dapat membimbing klien menyadari pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan membuat hubungan-hubungan kecemasannya saat ini dengan pengalaman masa lampau.

2.    Interpretasi Mimpi

Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap mimpinya kepada terapis, karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresi dan termanifes dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor untuk menafsirkan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan dorongan ketidaksadarannya.

3.    Analisis Tranferensi

Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa lalunya dalam hubungannya orang-orang  berpengaruh kepada terapis di saat konseling. Dalam transferensi ini akan muncul perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan di ungkapkan kembali, dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang menghambat perkembangan kepribadiannya. Dengan analisis transferensi diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini.

4.    Analisis Resistensi

Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak berlangsungnya terapi atau mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan. Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling, konselor membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari penolakan atas interpretasi konselor.

Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan konseling, tetapi lebih banyak digunakan dalam psikoterapi dalm membantu pasien yang mengalami psikopatologis.


3. Pendekatan Eksistensial-Humanistik

blogger

Pada tahun 1950, muncul aliran humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Terdapat beberapa ahli psikologi yaitu Abraham Maslow, Carl Rogers dan  Clark Moustakas yang mendirikan sebuah asosiasi profesional berupaya untuk mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang self (diri), kesehatan, harapan, cinta, aktualisasi diri, kreativitas,  hakikat, individualitas dan sejenisnya.

Hakikat  dari  konseling humanistik menekankan  bahwa filosofi tentang apa artinya menjadi seorang manusia. Mereka berfokus pada kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka.  Bebas  memilih  untuk  menentukan  nasib  sendiri,  kebebasan  dan tanggung  jawab, kecemasan  sebagai  suatu  unsur dasar,  pencarian  makna  yang  unik didalam dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri.

Ajeeng (2013) mengemukakan ciri-ciri eksistensial-humanistik, yaitu:

1.  Eksistensialisme merupakan pendekatan yang memusatkan perhatiannya tentang individu yang keberadaannya diakui oleh dunia;

2. Adanya dalil-dalil yang melandasi, pertama, setiap manusia adalah makhluk yang unik dalam mereaksikan dirinya tentang keberadaannya. kedua, manusia memiliki fungsi masing-masing berdasarkan unsur pribadi yang membentuk. ketiga, dalam sistem persepsinya menggunakan alat penginderaan stimulusrespon;

3.   Melengkapi segala unsur psikologis yang ada pada diri tiap individu;

4.  Sasarannya tentang bagaimana individu memahami perasaan, dan pengalamannya sebagai hasil keberadaan eksistensialnya; serta

5.  Memiliki khas tentang tanggung jawab manusia, nilai-nilai yang dianut, makna terhadap hidup, kecemasan, keputusan, dan kematian.

Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik

Terdapat beberapa tujuan konseling eksistensial humanistic menurut Gerald Corey (2010) yaitu:

1.  Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas  keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri  dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:

a.    Menyadari sepenuhnya keadaan saat ini

b.    Memilih bagaimana hidup pada saat ini

c.    Memikul tanggung jawab untuk memilih.

2. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.

3.   Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

Terdapat tiga langkah yang dilakukan dalam konseling eksistensial Corey (2013) antara lain:

1.     Tahap pendahuluan, konseli mengklarifikasi asumsinya terhadap dunia dan pengalamannya yang dibantu oleh konselor. Konseli dituntun dalam mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima;

2.  Tahap pertengahan, konseli memaparkan lebih lanjut tentang nilai yang mereka anut dalam berperilaku dan menjalani hidup mereka;

3.      Tahap  pengakhiran, konseling  berfokus  pada  menolong  konseli untuk  bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Proses ini yang akan membuat remaja dapat menyadari baik dan buruknya suatu perilaku dan selanjutnya membentuk konsep diri yang positif, yang sesuai dengan aturan/ norma-norma yang ada dan pada akhirnya mampu menghargai dirinya.

Asumsi Perilaku Bermasalah

Adapun Asumsi perilaku bermasalah Konseling Humanistik dipengaruhi oleh tidak terpenuhinya aspek-aspek sebagai berikut:

1.      Kesadaran Diri

Berhubungan dengan kemampuan manusia untuk menyadari diri dan menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk aktivitas-aktivitas berpikir. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Tidak jarang manusia yang tidak memiliki kesadaran akan dirinya akan mengalami masalah-masalah dalam kehidupannya.

2.      Kebebasan dan tanggung jawab

Manusia adalah makhluk yang menentukan diri dan memiliki kebebasan untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Masalah akan timbul jika manusia tidak bisa mengatur kebebasannya dan mengarahkan hidupnya.

3.      Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain

Meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan dari luar dirinya sendiri, yaitu untuk berhubungan dengan orang lain dan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan manusia kesepian, mengalami aliensi, keterasingan, dan depersonalisasi.

Pencarian makna Hidup

Kecemasan sebagai syarat hidup

Kesadaran atas kematian dan Non-ada

Teknik-teknik Konseling Humanistik

Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Teknik ini dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi ahli terapi yang minimal. Gangguan psikologis yang diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau oleh orang lain. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat lebih bermakna apabila ia memaknainya.

Dalam konseling humanistik terdapat teknik-teknik konseling , yang mana sebelum mengetahui teknik-teknik konseling tersebut terdapat beberapa prinsip kerja teknik humanistik antara lain :

1.     Membina hubungan baik (good rapport)

2.    Membuat klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.

3.    Merangsang kepekaan emosi klien.

4.    Membuat klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri.

5.    Mengembangkan potensi dan emosi positif klien.

6.    Membuat klien menjadi adequate.

Teknik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan terapi adalah agar klien memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif.Meskipun Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat diterapkan dalam psikoterapi.



Referensi:

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2011)

Corey, G. 2005. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Refika Aditama

Corey, G.2010. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tipe-Tipe Konseling dan Psikoterapi

Halo readers, kali ini writer akan membahas tentang apa aja sih tipe-tipe konseling dan psikoterapi itu. Nah jadi, banyak sekali tipe-tipe konseling dan psikoterapi yang dapat digunakan konselor dan juga terapis untuk melakukan proses konseling dan psikoterapi baik itu secara individual ataupun kelompok. Mari kita bahas dibawah: Menurut Pietrofesa dkk (1978) yang dikutip oleh Mappiare (2004) tipe konseling dapat dibedakan: 1.     Konseling Krisis Berdasarkan sifat situasi krisis, konselor menerima situasi dan menciptakan keseimbangan pribadi dan penguasaan diri, konselor menunjukkan sikap dasar yang meyakinkan seperti dapat meredakan kecemasan, dan menunjukkan tanggung jawabnya kepada klien melalui dukungan dan ekspresi pengharapan terhadap klien. Selain itu konselor juga memberikan intervensi langsung, dukungan, dan konseling individual ke klinik atau lembaga yang layak. 2.     Konseling Fasilitatif Proses membantu klien menjadikan jelas permasal...

Faktor Penghambat dan Pendukung Keberhasilan Konseling dan Psikoterapi

  dictiocomunity Haloo teman-teman... Setelah membahas Dasar-Dasar Konseling dan Psikoterapi, selanjutnya kita akan membahas tentang Faktor Penghambat dan Pendukung   Keberhasilan Konseling dan Psikoterapi. Dalam proses Konseling dan Psikoterapi pasti akan ada hal yang menghambat dan melancarkan proses Konseling dan Psikoterapi. Apa aja faktor tersebut? langsung saja kita bahas di bawah ini 1.   Faktor Pendukung Keberhasilan Konseling Latipun (2001) meninjau faktor penunjang keberhasilan konseling menjadi lima sudut pandang. Berikut ini adalah tabel penjelasannya : a.        Faktor yang berhubungan dengan gangguan -    Jenis gangguan atau masalah , menentukan seberapa besar tingkat kesulitan yang akan dihadapi oleh konselor. -    Bobot permasalahan, masalah yang kompleks dapat memengaruhi hasil konseling. -    Konseling sebelumnya, konseli yang sudah pernah menjalani konseling sebelumnya pada kons...