Halo readers, kali ini writer akan membahas tentang apa aja sih tipe-tipe konseling dan psikoterapi itu. Nah jadi, banyak sekali tipe-tipe konseling dan psikoterapi yang dapat digunakan konselor dan juga terapis untuk melakukan proses konseling dan psikoterapi baik itu secara individual ataupun kelompok. Mari kita bahas dibawah:
Menurut
Pietrofesa dkk (1978) yang dikutip oleh Mappiare (2004) tipe konseling dapat
dibedakan:
1.
Konseling Krisis
Berdasarkan
sifat situasi krisis, konselor menerima situasi dan menciptakan keseimbangan
pribadi dan penguasaan diri, konselor menunjukkan sikap dasar yang meyakinkan
seperti dapat meredakan kecemasan, dan menunjukkan tanggung jawabnya kepada
klien melalui dukungan dan ekspresi pengharapan terhadap klien. Selain itu
konselor juga memberikan intervensi langsung, dukungan, dan konseling
individual ke klinik atau lembaga yang layak.
2.
Konseling Fasilitatif
Proses membantu
klien menjadikan jelas permasalahannya, bantuan dalam pemahaman, dan penerimaan
diri, penemuan rencana tindakan dalam mengatasi masalah dan melaksanakan semua
itu dengan tanggung jawab sendiri.
3.
Konseling Preventif
Konselor dapat
menyajikan informasi kepada suatu kelompok atau membantu individu mengarahkan
program-program pencegahan suatu penyakit. Aktifitas yang dilakukan konselor
adalah pemberian informasi, konseling individu berdasarkan isi dan proses
program pencegahan.
4.
Konseling Developmental
Tipe konseling ini terfokus pada membantu para klien mencapai pertumbuhan pribadi yang positif dalam berbagai tahap kehidupan mereka.
Kemudian ada
tipe-tipe konseling lainnya yaitu:
1.
Konseling Individual
Konseling
individual atau disebut juga konseling perorangan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor kepada konseli
yang sedang mengalami suatu masalah, yang bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi konseli. Layanan konseling individual dilakukan melalui kegiatan
tatap muka (face to face) antara
konselor dengan konseli, yang terjalin dalam bentuk hubungan professional yang
khas. Tujuan dan fungsi utama dari layanan konseling individual adalah
teratasinya masalah yang diderita konseli, mencakup: bidang pribadi, bidang
social, bidang karier dan bidang belajar.
Hubungan
konselor-konseli dibangun atas dasar saling percaya diantara kedua belah pihak,
dengan mengedepankan asas confidential
(kerahasiaan) atas segala data tentang konseli yang terungkap dalam proses
konseling. Proses konseling individual dilakukan mengacu pada berbagai teori,
prosedur, tahapan dan teknik tertentu, baik yang bersifat umum maupun khusus.
2.
Konseling Kelompok
Konseling
kelompok (group counseling) merupakan
salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, member
umpan balik (feedback) dan pengalaman
belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip
dinamika kelompok (group dynamic).
Pendekatan-pendekatan
kelompok tersebut dapat dibedakan menurut jenisnya, sebagai berikut :
1.
Psikoterapi
Kelompok
Psikoterapi
kelompok merupakan bantuan yang diberikan oleh psikoterapis terhadap klien
untuk mengatasi disfungsi kepribadian dan interpersonalnya dengan menggunakan
interaksi emosional dalam kelompok kecil. Karena itu psikoterapi kelompok lebih
memfokuskan pada ketidaksadaran, menangani pasien yang mengalami gangguan
“neurotik” atau problem emosional berat lain, dan biasanya dilakukan untuk
jangka waktu panjang.
2.
Konseling
Kelompok
Konseling
kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu klien
mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling
kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi
secara optimal. Konseling kelompok mengatasi klien dalam keadaan normal, yaitu
sedang tidak megalami gangguan fungsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya
konseling diselenggarakan untuk jangka pendek atau menengah.
3.
Kelompok Latihan
dan Pengembangan
Kelompok latihan
dan pengembangan merupakan pendidikan kesehatan mental dan bukan kelompok
terapeutik. Biasanya digunakan untuk melatih sekelompok orang yang berkeinginan
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tertentu, misalnya peningkatan
keterampilan sosialnya, cara kehidupan kesendirian, menghadapi pensiun dan hari
tua, orang tua tanpa patner, dan sebagainya. Tujuannya secara umum bersifat
antisipatif dan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya hambatan jika hal
tersebut benar-benar dialami.
4.
Diskusi Kelompok
Terfokus
Diskusi kelompok
terfokus (focus group discusion)
merupakan kegiatan diskusi, tukar pikiran beberapa orang mengenai topic-topik
khusus yang telah disepakati oleh anggota kelompok. Topik-topik yang
dibicarakan menjadi bahan yang diminati dan disepakati oleh anggota kelompok.
Peserta diskusi tidak harus memiliki masalah sebagaimana topic yang dibicarakan,
tetapi ada minat untuk berpartisipasi dalam diskusi.
3.
Konseling Rehabilitasi
Konseling
rehabilitasi merupakan konseling yang dilakukan terhadap orang-orang yang
sedang dalam proses rehabilitasi. Rehabilitasi berarti proses mempercepat
sosialisasi atau berfungsi secara wajar dari keadaan sebelumnya, misalnya
rehabilitasi setelah bertahun-tahun mengalami perawatan medis, rehabilitasi
karena menjalankan hukuman, dan sebagainya.
Konseling
rehabilitasi ini juga dimaksudkan membantu klien yang cacat secara fisik, untuk
mengembalikan persepsi dan emosi sehingga memandang dirinya secara positif dan
dapat berbuat lebih tepat sesuai dengan potensi yang dimiliki.
4.
Konseling Keluarga dan Perkawinan
Konseling yang
berkenaan dengan masalah-masalah keluarga, meliputi hubungan antar anggota
keluarga (ayah, ibu, anak), peranan dan tanggung jawab masing-masing anggota
keluarga. Konseling ini berangkat dari asumsi bahwa semua anggota keluarga
terlibat di dalam problem yang dihadapi, karena itu seharusnya kerja sama perlu
untuk mendapatkan solusinya. Sebagian para ahli terapi keluarga
mempertimbangkan bahwa problem seorang anggota keluarga disebabkan oleh
hubungannya dalam keluarga, sementara yang lain melihat problem seorang anggota
keluarga sebagai neorotik dari seluruh anggota keluarga.
Konseling
perkawinan dan keluarga bermaksud membantu menyelesaikan masalah-masalah
psikologis yang dihadapi kedua belah pasangan, sehingga dalam menjalankan
fungsi-fungsi keluarga mereka lebih dapat diterima kedua belah pihak dan dapat
membangun keluarga secara lebih baik.
Yang perlu
diperhatikan oleh konselor, tujuan dalam konseling perkawinan dan keluarga
bukan sebagaimana diduga banyak orang yaitu mempertahankan perkawinan, tetapi
untuk membantu pasangan atau anggota keluarga belajar perilaku baru dan membuat
keputusan yang tepat.
Dalam konseling
ini konselor dapat mereferal kliennya ke pihak lain yang dipandang lebih
menguasai persoalannya jika masalah yang dihadapi berada di luar kewenangan
konselor. Layanan referral ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah
secara lebih tepat. Namun demikian, sebagaimana dalam konseling pada umumnya,
konseling ini juga memberikan keleluasaan kepada klien untuk membuat keputusan
sendiri, sedangkan konselor lebih bertindak sebagai fasilitator.
5.
Konseling Agama
Konseling agama
(religion counseling) digunakan untuk
membantu klien yang mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan agama,
misalnya keragu-raguan akan nilai-nilai agama, kebimbangan dalam mengikuti
aliran-aliran keagamaan, terjadinya konflik keyakinan keagamaan dengan pola
pemikiran dan sebagainya.
Konseling agama
tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penganut agama lain agar masuk dalam agama
yang dianut konselor. Konseling agama biasanya dilakukan terhadap klien yang
seagama dengan konselor, dan diselenggarakan untuk membantu orang-orang yang
bermasalah keagamaan.
6.
Konseling Pendidikan
Pendidikan
merupakan institusi pembinaan anak didik yang memiliki latar belakang social
budaya dan psikologis yang beraneka ragam. Dalam mencapai maksud dan tujuan
pendidikan banyak anak didik yang menghadapi masalah dan sekaligus mengganggu
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Masalah yang dihadapi sangat beraneka
ragam, diantaranya masalah pribadi, sosial, ekonomi, agama dan moral, belajar,
dan vokasional.
Masalah-masalah
tersebut seringkali menghambat kelancaran proses belajar, meskipun masalah yang
dihadapi tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan akademik. Penyelenggara
pendidikan, khususnya tenaga pendidikan bertanggung jawab membina anak didiknya
sehingga berhasil sebagaimana yang diharapkan, termasuk mereka yang mengalami
masalah.
7.
Konseling Psikoanalisis
Sigmund Shlomo
Freud, seorang ahli saraf, yang menaruh perhatian pada ketidaksadaran.
Kepribadian manusia terbesar berada pada dunia ketidaksadaran dan merupakan
sumber energy perilaku manusia yang sangat penting.
Letak keunggulan
psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif untuk
menyembuhkan klien/pasien yang hysteria, cemas, obsesi neurosis. Namaun
demikian kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis
ini untuk mengatasinya (Hansen, 1982).
Freud
mengembangkan sejumlah teori kepribadian. Teori-teori kepribadian yang
dikemukakan Freud diantaranya: teori topografi, struktural, genetik, dan
dinamika. Keempat macam teori tersebut memiliki relevansi dengan proses
konseling psikoanalisis, sehingga dipandang perlu untuk dijelaskan secara garis
besarnya sebagai berikut:
Teori topografi
merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian manusia yang
terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam
kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu :
1.
Alam sadar
adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan merasakan
sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang terbatas dan saat
individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di sekitar kita.
2.
Alam prasadar
adalah bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang berfungsi
mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika kita
berusaha mengingatkannya kembali. Alam prasadar ini bukanlah bagian dari alam
sadar, tetapi bagian lain yang biasanya membutuhkan waktu beberapa saat untuk
menyadari sesuatu.
3.
Alam bawah sadar
adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan sebagai bagian terpenting
dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami
sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan di dalamnya.
Perilaku manusia sebagian besar didorong oleh perasaan dan pikiran yang
tersimpan di dalam unconscious ini.
Freud
beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara structural. Dalam dunia
kesadaran (awareness) individu
terdapat pada subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis. Subsistem
itu adalah id, ego dan superego. Teori struktural berarti penjelasan tentang
interaksi antara tiga elemen struktur peralatan mental (mental apparatus) yaitu id, ego dan superego (Brenner, 1996).
8.
Konseling Behavior
Dalam pandangan
behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku. Perilaku
dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi individu
dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada manusia yang sama, karena kenyataannya
manusia memiliki pengalaman yang berbeda dalam kehidupannya. Kepribadian
seseorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang
diterimanya.
Sesuai dengan
namanya, pendekatan konseling ini berangkat dan didasari aliran Behaviorisme
yaitu salah satu aliran psikologi yang mengkaji perilaku individu dari setiap
aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang
terjadi dalam diri individu. Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku
itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement)
dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu
dalam lingkungan. Teori-teori yang dikembangkan oleh kelompok behaviorime
terutama banyak dihasilkan melalui berbagai eksperimen terhadap binatang, yang
kemudian diterapkan untuk manusia untuk kepentingan konseling.
Karakteristik
konseling Behavioral adalah:
1.
Berfokus pada
perilaku yang tampak dan spesifik.
2.
Memerlukan
kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
3.
Mengembangkan
prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah konseli.
4.
Penilaian yang
obyektif terhadap tujuan konseling.
Konseling
behavioral mengasumsikan tentang perilaku bermasalah, sebagai berikut:
1.
Perilaku
bermasalah adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang
tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2.
Perilaku yang
salah hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
3. Manusia
bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon perilaku negative dari
lingkungannya. Perilaku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh perilaku
manusia didapat dengan cara belajar dan juga perilaku tersebut dapat diubah
dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Tujuan utama
konseling Behavioral adalah berusaha menghapus/menghilangkan perilaku
maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan perilaku baru yaitu perilaku
adaptif yang diinginkan konseli. Oleh karena itu, tujuan yang sifatnya umum
harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik: diinginkan oleh konseli;
konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; konseli dapat
mencapai tujuan tersebut; dan dirumuskan secara spesifik. Konselor dan konseli
bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus
konseling.
9.
Konseling Humanistik
Konseling
Humanistik berakar dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad
pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti: Abraham
Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi professional
yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti
tentang self (diri), aktualisasi
diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan
sejenisnya. Humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dalam hal ini,
James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
humanistik, yaitu:
1.
Keberadaan
manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen
2.
Manusia memiliki
keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya
3.
Manusia memiliki
kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain
4.
Menusia memiliki
pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya
5.
Manusia memiliki
kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Tipe-Tipe Terapi
1.
Terapi Gestalt
Terapi Gestalt
yang dikembangkan oleh Federick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang
berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya
sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai
kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt
berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di
sini-dan-sekarang dengan memedukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian
yang terpecah dan tak diketahui.
Asumsi dasar
terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu mengangni sendiri
masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis disini adalah
membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang
dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan
mengalami saat sekarang. Mereka membuat penafsiran-penafsirannya sendiri,
menciptakan pertanyaan-pertanyaannya sendiri, menciptakan
pertanyaan-pertanyaannya sendiri, dan menemukan makna-maknanya sendiri.
Akhirnya klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan di sini dan
sekarang terhadap urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan mengalami
konflik-konflik meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun bisa
memperluas kesadarannya.
2.
Terapi Rasional-Emotif
Albert Ellis terkenal sebagai pemikir dan pencetus
rasional emotif terapi. Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi
yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk
berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia
memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh
dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan
ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali
kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi
diri.
Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia
memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi
dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia
dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan,
tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika
tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya
sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan
bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab
perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang
spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang
sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia
melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami
keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai
dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak,
dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai
akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah
laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan
dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang
pasif.
Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
1.
Memperbaiki dan
mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan
logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2.
Menghilangkan
gangguan emosional yang merusak
3.
Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance,
Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk
Taking, dan Self Acceptance Klien.
3.
Terapi Realitas
Pendekatan realitas dikembangkan oleh William
Glasser, seorang psikolog dari California. Glasser menggunakan istilah reality therapy pada April 1964 pada
manuskrip yang berjudul reality therapy : A
Realistic Approach to the Young Offender. Tulisan tersebut diterbitkan pada
tahun 1965 dengan judul Reality Therapy. Pada tahun 1968 Glasser
mendirikan the Institute for Reality Therapy di Los Angeles.
Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif,
direktif, dan didaktik. Konselor berperan sebagai guru dan sebagai model bagi
konseling.disamping itu konselor juga membuat kontrak dengan konseli untuk
mengubah perilakunya. Ciri yang sangat khas dari pendekatan ini adalah tidak
terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli
untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini juga tidak memberi perhatian pada
motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan kaum psikoanalis. Akan tetapi,
lebih menekankan pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung jawab
dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Ciri-ciri terapi
realitas :
a.
Terapi realitas
menolak konsep tentang penyakit mental.
b.
Terapi realitas
berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan
sikap-sikap.
c.
Terapi realitas
berfokus pada saat sekarang bukan pada masa lampau.
d.
Terapi realitas
menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
e.
Terapi realitas
tidak menekankan transferensi.
f.
Terapi realitas
menekankan aspek-aspek kesadaran bukan aspek-aspek ketidaksadaran.
g.
Terapi realitas
menghapus hukuman.
h.
Terapi realitas
menekankan tanggung jawab pada diri individu.
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli
mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan
mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang
dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali
pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.
Tugas dasar dari konselor atau terapis adalah
melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.
Glasser (1965) merasa bahwa, konselor menghadapi para konseli, dia memaksa
mereka itu untuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan
yang bertanggung jawab”. Konselor tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai
dan putusan-putusan bagi para konseli, sebab tindakan demikian akan
menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki.Tugas konselor adalah bertindak
sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya
sendiri secara realistis.
Konselor diharapkan memberi pujian apabila para
konseli bertindak dengan cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan
ketidaksetujuan apabila mereka tidak bertindak demikian. Para konseli
membutuhkan tipe penilaian semacam itu.
Sumber
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2011)
Corey, G. 2005. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Refika Aditama
Pangesti,
Laura.2019.Macam-Macam Konseling.Dictio
Comunity
Komentar
Posting Komentar