![]() |
| Dictio Comunity |
Haloo readers, dalam blog kali ini writer akan membahas tentang microskills dan tahap konseling dan psikoterapi. Nah, sebagai seorang konselor dan juga terapis harus mempunyai microskills agar klien nyaman, percaya, dan proses konseling dan psikoterapi lancar.
1.
Perhatian
Terhadap Klien dan Penggunaan Tanggapan Minimal
Klien ketika datang untuk melakukan
sesi konseling ataupun psikoterapi hanya untuk berbicara dengan Anda dan untuk
membongkar kepadamu hal-hal yang mengganggu dirinya, dan bahwa dia tidak datang
untuk mendengarkan Anda berbicara kepadanya, maka Anda akan memiliki pemahaman
yang lebih baik tentang hubungan konseling.
Seorang konselor pada dasarnya
pendengar. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan klien, konselor dapat
membantu dia untuk menyortir kebingungan dan kekacauan, mengidentifikasi dilema
nya, mengeksplorasi pilihan-nya dan datang jauh dari sesi konseling perasaan
bahwa sesuatu yang bermanfaat telah terjadi. Karenanya konselor perlu untuk mengikuti
dengan seksama segala sesuatu yang klien katakan dan untuk mengingat rincian terkecil
dari pembicaraan.
Cara yang baik untuk membiarkan dia
tahu bahwa ia memiliki perhatian penuh adalah dengan menggunakan respon yang
minimal. Respon minimal adalah sesuatu yang kita lakukan secara otomatis dalam
percakapan kita ketika kita sebagian besar adalah mendengarkan daripada
berbicara. Konseling melibatkan seni mendengarkan secara konstruktif dan
penggunaan yang tepat respon minimal adalah penting. Minimal tanggapan
kadang-kadang nonverbal dan mencakup hanya mengangguk kepala. Juga termasuk di
antara tanggapan minimal adalah ungkapan seperti, "A-ha",
"Uh-hm", "Ya", "OK", dan "Benar". Sebagai
seorang konselor, tempatkan tanggapan minimal Anda secara tepat. Jika mereka
diberikan terlalu sering, maka itu akan menjadi hal membosankan dan akan
mengganggu. Sebaliknya, jika itu tidak termasuk cukup sering klien mungkin
percaya bahwa Anda tidak benar-benar mengikuti apa yang dikatakannya.
Cara di mana respon minimal
tersebut diberi intonasi dari suara yang digunakan, perilaku nonverbal yang
menyertai seperti gerakan mata, ekspresi wajah dan postur tubuh semua bergabung
untuk menyampaikan pesan ke klien. Seiring dengan penggunaan tanggapan minimal,
cara lain di mana konselor dapat membantu klien untuk merasa bahwa ia
benar-benar sedang mendengarkan adalah dengan mencocokkan perilaku non verbal
nya.
Konselor harus berhati-hati untuk
tidak menggerakkan tubuhnya dengan cepat selama sesi konseling, karena hal ini
dapat mengalihkan perhatian klien dan mengganggu kereta pikirannya. Namun,
konselor perlu rileks, dan harus merasa bebas untuk memindahkan posisi ini
dengan cara alami kapan saja dia mau, tetapi hal ini harus dilakukan secara
perlahan dan tidak tiba-tiba. Kontak mata juga penting dalam membangun hubungan
dengan klien.
2.
Releksi
Isi/Parafrase
Cara yang paling umum dan umumnya
yang paling efektif untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan
keterampilan yang disebut parafrase atau cerminan konten. Menggunakan
keterampilan ini konselor secara harfiah mencerminkan kembali klien apa klien
telah berkata kepada konselor. Konselor tidak hanya sebagai burung beo atau mengulang
kata yang diucapkan oleh klien disamping juga memparafrasekannya. Ini berarti bahwa
konselor mengambil detil isi yang paling penting dari apa yang dikatakan klien
dan mengungkapkannya kembali dalam sebuah cara yang lebih jelas, jika itu
mungkin, dan dalam kata-katanya sendiri daripada kata-kata klien.
Contoh
PERNYATAAN KLIEN: Kemarin saya
terburu-buru, saya sepertinya tidak punya cukup waktu untuk diri saya sendiri,
saya pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya dan ini sangat berat untuk
menyesuaikan segala sesuatunya.
TANGGAPAN PEMBIMBING: Anda memiliki
hari yang sangat sibuk kemarin.
Konselor mencoba untuk menangkap
bahan penting dari apa yang dikatakan klien dan mencerminkan kembali ini. Parafrase
benar-benar keterampilan yang sangat sederhana untuk digunakan karena yang
harus Anda lakukan adalah untuk mendengarkan dan mengulang kembali kata-kata yang
dikatakan klien. Dengan melakukan hal ini klien merasa bahwa Anda telah mendengarkannya
dan juga menjadi lebih menyadari apa yang dia katakan.
3.
Refleksi
Perasaan
Refleksi perasaan adalah salah satu
keterampilan yang paling penting. Ada persamaan dan perbedaan dari parafrase.
Persamaannya mencerminkan kembali informasi klien. Namun perbedaannya refleksi
perasaan berhubungan dengan perasaan emosional, sedangkan parafrase umumnya
berkaitan dengan informasi dan pikiran-pikiran yang membentuk isi dari apa yang
dikatakan klien. Perasaan sangat berbeda dari pikiran. Pikiran ada di sekitar
otak kita. Mereka pada tingkat kepala, sedangkan perasaan yang berkaitan dengan
emosi. Perasaan berbeda pada tingkat usus bukan tingkat kepala, dan mereka
meningkat ke sensasi fisiologis kita.
Dalam budaya kita, kita belajar
dari masa anak-anak nyaman dengan cara mendorong mereka untuk melarikan diri
dari perasaan mereka. Kita diajarkan untuk mengatakan “Jangan menangis, semua
akan baik- baik saja”, ketika itu cukup mungkin tidak akan sembuh, dan orang
yang benar-benar harus menangis untuk melepaskan rasa sakit emosional. Jika
Anda menjadi konselor yang efektif, Anda harus melupakan apa yang Anda pelajari
sebagai anak. Anda perlu untuk mendorong klien Anda mengalami emosi mereka,
yang akan sedih, menangis, untuk marah, dan berteriak, menjadi kewalahan, geli,
untuk takut atau apapun. Dengan melakukan ini, Anda akan membantu mereka untuk
melepaskan emosional dan untuk bergerak maju. Proses pelepasan penyembuhan
emosional disebut katarsis. Dengan praktek mudah untuk mengidentifikasi
perasaan seperti ketegangan, penderitaan, dan kesedihan dari postur tubuh
seseorang, ekspresi wajah, dan gerakan.
Tahap konseling : Model DASIE lima tahap
Konseling
ketrampilan hidup dijalankan secara sistematis melalui model ‘DASIE’ lima
tahap. Kelima tahap tersebut sebagaimana dijelaskan Jones (2000) adalah sebagai
beriktu:
1. Development
: tahap 1 adalah mengembangkan relasi
dan mengklarifikasikan masalah. Konselor pada tahap ini mengembangkan suasana
empati, kehangatan dan ketulusan untuk menjalin relasi supportif dengan klien,
dalam rangka mengidentifikasi dan memperoleh gambaran problem klien secara
lebih utuh.
2.
Assesment
: tahap 2, menilai dan menyatakan kembali masalah klien dalam istilah
ketrampilan. Pada tahap ini konselor mengidentifikasi dan merumuskan proposisi
atau hipotesis tentang bagaimana klien berpikir dan bertindak yang mendasari
masalahnya. Tahap ini diakhiri dengan kembali merumuskan masalah klien dalam
term “defisit ketrampilan”.
3. Statement
: tahap 3, menyatakan tujuan dan merencanakan tindakan. Pada tahap ini konselor
mengupayakan dua hal, yakni: merumuskan dan menyatakan defisit ketrampilan
sebagai tujuan. Disamping itu konselor bersama klien juga memilih dan menetapkan
cara mencapai tujuan.
4.
Intervene
: tahap 4, intervensi untuk mengembangkan ketrampilan hidup. Konselor
ktrampilan hidup adalah pendidik perkembangan, karena itu perlu menguasai tidak
hanya ketrampilan menjalin relasi supportif, tetapi juga ketrampilan dan metode
pelatihan yang memadai. Oleh karena itu metode intervensi yang digunakan adalah
metode edukasi, pelatihan psikologis dan juga metode pembelajaran.
5. Emphasize
: tahap 5, menekankan tugas rumah dan akhir konseling. Pada tahap ini konselor
membantu klien mentransfer dan mempertahankan ketrampilan dengan cara-cara
mengembangkan kemampuan instruksi diri (self-instruction), bekerja dengan
situasi real life selama sesi konseling, dan menggunakan waktu antara sesi-sesi
terapi untuk mendengarkan kaset dan berlatih ketrampilan.
Sumber
Limayukha,
Fastamik, dkk. 2018. Microskills.Universitas
Negaeri Surabaya.
Faqih, Moh.
Mahfudz.2012. Implementasi Life Skills Counseling berbasis Jurnal Untuk
Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa SMP. IAINJ.

Komentar
Posting Komentar